Mengapa Blok Komunisme Gagal | Sejarah Sino-Soviet Split
Pada 1848, Karl Marx meramalkan sebuah revolusi. Revolusi ini akan terjadi di seluruh dunia dan diprakarsai oleh kaum pekerja melawan seluruh kaum penguasa - baik itu Kapitalis, maupun Feodalis. Seratus tahun kemudian.. ..Perang Dingin terjadi. Dan ramalan ini mendekati kenyataan.
Uni Soviet dan Tiongkok menjadi negara komunis terbesar di Eropa dan Asia, dan mereka menandatangani traktat aliansi dan persahabatan.
Partai serta organisasi berhaluan komunisme pun, mulai bermunculan di berbagai belahan dunia dengan hasrat akan revolusi, seakan akan dari satu negara saja yang menjadi komunis akan menjadi inspirasi bagi negara lain dan negara lain.. dalam suatu efek rantai layaknya Domino. Namun, ramalan Marx ini... ...Gagal. Kita tahu bahwa Amerika Serikat menjadi pemenang dari Perang Dingin. Tapi, bukan hanya itu... Tiongkok dan Uni Soviet, justru menjadi musuh bebuyutan satu sama lain. Mengapa hal ini terjadi?
Semua dimulai di tahun 1950. Republik Rakyat Tiongkok dan Uni Soviet menandatangani Traktat Aliansi dan Persahabatan yang menggambungkan kedua negara dalam persaudaran ideologi, ekonomi, dan militer.
Ini tentunya membuat khawatir Amerika Serikat, yang pernah gagal dalam mendukung kelompok nasionalis dalam Perang Sipil Cina. Pada waktu yang sama, ia juga tengah berhadapan dengan dominasi Uni Soviet di Eropa Timur. Dengan anggaran militer yang terbatas, serta kepentingan ekonomi nasional lain, Presiden Dwight D. Eisenhower serta Sekretaris Luar Negeri John Foster Dulles merancang strategi untuk menghadapi kekuatan komunisme. Strategi itu, mengandalkan politik pecah-belah.
Pertama, Dwight D. Eisenhower akan mengurangi anggaran militer di Angkatan Darat, serta Angkatan Laut. Namun, diperbanyak di Angkatan Udara, dan arsenal senjata nuklir. Lalu, Dulles akan menggunakan kekuatan nuklir dan Angkatan Udara ini sebagai alat diplomasi untuk menekan Uni Soviet beserta Tiongkok dalam rangka memecah belah mereka.
Lalu, sebuah kesempatan pun datang. Diktator Uni Soviet, Joseph Stalin meninggal dunia dan digantikan dengan Georgy Malenkov. Pada saat itu, senjata nuklir AS sudah jauh melampaui Uni Soviet. Ancaman akan serangan nuklir pun menjadi kian genting bagi Uni Soviet. Hal ini memaksa Malenkov untuk mengesampingkan ideologi revolusioner dan menawarkan hubungan damai dengan AS demi mencegah serangan nuklir dari Barat. Strategi AS, mulai membuahkan hasil. Malenkov tidak berkuasa lama dan digantikan oleh Nikita Khrushchev. Namun, Nikita tetap menjalankan kebijakan Malenkov dengan berupaya menjaga damai dengan AS. Inilah yang mulai menyebabkan gesekan antara Uni Soviet dan sekutunya. Sementara Uni Soviet mengutamakan keamanan negara dengan mencegah agresi AS, Tiongkok masih bersemangat untuk melawan Kapitalisme dan Imperialisme. Bagi Tiongkok, berdamai dengan Dunia Barat tidak hanya menista ideologi Marxisme, tetapi sangat berbahaya pada perjuangan anti-penjajahan di Asia dan Afrika. Pasalnya, Uni Soviet bisa saja mengabaikan bahkan berkolaborasi dengan negara-negara barat yang hendak mengambil kembali jajahan-jajahan mereka. Ketakutan ini semakin meningkat pada Kongres ke-20 Partai Komunis Uni Soviet. Pada kala itu, Khrushchev melakukan suatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun di Uni Soviet.
Dalam pidato yang dilakukan dalam sesi tertutup, Khrushchev mengkritisi Joseph Stalin, sebagai seorang diktator dan bukan pemimpin yang baik. Stalin bahkan dituduh berlainan dengan pendahulunya, Lenin. Ketika Khrushchev menghina Stalin, Mao berasumsi, Khrushchev telah menghina dirinya secara tidak langsung. Hal ini dapat mengancam legitimasi Mao, karena, berpotensi menginspirasi bawahan Mao untuk melakukan hal serupa. AS tidak tinggal diam.
Dulles terus menekan kedua negara tersebut, dengan membentuk Aliansi-Aliansi Non-Komunis, Pro-AS seputar Asia dan Eropa. Di tahun 1954, AS memprakarsai SEATO dengan anggota Australia, Perancis, Inggris, Selandia Baru, Pakistan, Thailand, Filipina. Dan pada 1955, CENTO (Central Treaty Organization) dibentuk antara Iran, Pakistan, Turki dan Inggris.
Hal ini dilakukan untuk memantik paranoia Tiongkok yang kemudian akan meminta lebih banyak bantuan dari Uni Soviet. Khususnya, dalam senjata nuklir.
Dengan ini, Dulles menjebak Uni Soviet dalam sebuah dilemma. Haruskah Uni Soviet membantu sekutu terbesar mereka namun memprovokasi Amerika Serikat? Atau, menjaga hubungan mereka dengan Amerika Serikat, namun harus menelantarkan sekutu mereka di Asia?
Pada tahun 1959, Tiongkok mengalami masalah di Tibet. Dalai Lama memberontak dan melarikan diri ke India - Negara yang juga memiliki sengketa perbatasan dengan Tiongkok. Tak disangka, Uni Soviet justru mengambil posisi netral, namun, disaat yang sama memberikan bantuan militer bagi India, untuk menandingi Pakistan, yaitu sekutu AS dan anggota CENTO. Karena ini, Tiongkok sudah tidak lagi melihat Uni Soviet sebagai sekutu setia RRC. Mao pun menuduh ideologi Uni Soviet dan Cina sudah berlainan. Pada tahun 1960, Uni Soviet menarik seluruh tenaga ahli Soviet yang ditugaskan untuk membangun Tiongkok. Perdagangan mulai menurun dan hubungan keduanya semakin memburuk. Di Asia, efek pertentangan antara Uni Soviet dan Tiongkok juga membelah gerakan-gerakan Komunis. Ada kubu Pro-Beijing dan Pro-Soviet.
Pada 2 Maret 1969, tentara Tiongkok dan Soviet terlibat pertempuran di pulau Zhenbao yang berlanjut sampai tanggal 17 Maret. Pada Maret 4 1969, Menlu AS menerima laporan bahwa Tiongkok dan Uni Soviet kembali mengalami konflik, namun kali ini, militer terlibat. Khawatir akan invasi Uni Soviet, pertempuran pun terjadi di berbagai daerah perbatasan. Khususnya, sepanjang Sungai Ussuri. Pasalnya, Uni Soviet tengah dipimpin oleh Leonid Brezhnev dimana doktrin Brezhnev menjustifikasikan intervensi militer Uni Soviet pada negara yang melenceng pada paham Komunisme. Setelah banyak krisis dan gesekan, Tiongkok pun mengambil langkah yang drastis di tahun 1970-an. Dia mulai memihak pada musuh bebuyutannya - Amerika Serikat.
Kerja sama ini diresmikan dalam Shanghai Communique antara Mao Zedong dan Presiden Nixon.
Pada akhirnya, strategi Amerika Serikat berhasil. Mao tentu masih mempercayai Amerika Serikat sebagai negara imperialis barat, namun ancaman dari Uni Soviet jauh lebih dekat dan lebih berbahaya. Pada akhirnya, Tiongkok dan Uni Soviet menjadi musuh bebuyutan dan satu persatu gerakan komunisme di seluruh dunia ditumbangkan dengan atau tanpa bantuan dari Amerika Serikat.
Mao Zedong digantikan dengan pemimpin yang lebih reformis. Perlahan lahan, China memodifikasi ideologinya untuk mendekati dunia barat dan selama bertahun-tahun, tidak melakukan kebijakan yang kontroversial. Setidaknya, untuk beberapa saat.